Selasa, April 07, 2009

Tunjangan Profesi Guru

Tunjangan Profesi Guru Tidak Akan Dibatalkan

Surabaya: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, tidak ada pembatalan tunjangan profesi guru, seperti yang selama ini diberitakan. Penegasan ini disampaikan Presiden SBY saat menghadiri silaturahim dengan 4.500 guru peserta program Untukmu Guruku 2009 Jawa Pos di Basketball League Arena, Kompleks Gedung Pers Graha Pena, Surabaya, Jumat (3/4) malam.

Diceritakan, satu jam sebelum meninggalkan Jakarta untuk mengikuti KTT G-20 di London, Presiden SBY mengadakan rapat terbatas di Bandara Halim Perdanakusuma. "Saya adakan rapat itu karena saya mendengar ada berita yang tidak benar, yang mengatakan seolah-olah tunjangan profesi guru akan ditiadakan. Itu tidak benar. Tidak ada pembatalan untuk tunjangan profesi guru," seru SBY.

Pemerintah akan terus konsisten untuk meningkatkan kesejahteraan guru, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara. "Salah satu yang kita lakukan adalah, kemampuan guru kita tingkatkan. Program sertifikasi kita jalankan agar kesejateraan guru terus meningkat," ujar SBY.

"Ngomong-ngomong, ini sudah hampir tahun kelima tapi gaji Pak SBY belum pernah naik. Tidak apa-apa, yang penting yang lain naik dulu. Utamanya para guru, PNS golongan satu, dua, dan lain-lain. Orang seperti saya nanti saja," lanjutnya, disambut tempuk tangan semua undangan.

Kepada para guru Presiden SBY berpesan agar menjadi guru plus. "Tidak hanya menjadi guru yang nasehat dan omongannya diterima dan dijalankan murid-muridnya, tetapi lebih hebat lagi kalau bisa berinovasi dan mencetak prestasi. Itu namanya guru plus, guru yang digugu dan ditiru, plus berprestasi," ujar SBY.
Hadir dalam acara tersebut antara lain, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Mendiknas Bambang Sudibyo, Gubernur Jatim Soekarwo, Menkominfo M. Nuh, dan Mensesneg Hatta Rajasa. (Sumber: www.presidensby.info/index.php/fokus/2009/04/03/4170.html)
Selengkapnya...

Minggu, April 05, 2009

Seri Komunikasi: Context, Feedback, and Barriers to Communication

Context

As a receiver decodes a message he or she attaches a meaning (context) to the words and signal received using his or her own experiences and background. This context, as long as the receiver attaches the same meanings as those of the sender, will ensure the correct understanding of the communication. If the context varies, problem occurs. These can be sorted out by using feedback and refining the communication until both the sender and receiver are ‘on the same wavelength’ as shown in the figure.



Feedback

For communication to be successful it is necessary for feedback to occur from both the receiver and the sender. Feedback from the receiver and the sender is important to ensure that the message is understood. The receiving and giving of feedback can be a continuous process until the sender and the receiver are satisfied that the communication is clear and both have a common understanding. As each piece of feedback is received, the message is refined, added to and sent back for verification or more information to be added.


Barriers to communication

As can be seen from the communication model, the communication process in theory appears to be relatively simple. However, the experience of our day-to-day communications with people shows us that in reality this simple process is fraught with difficulties, in particular, barriers and breakdowns. Some of the more common of these include:

  1. Badly expressed message. In the retail environment customers may not have a full understanding of what they want, so they tend to struggle or give incorrect information. The role of the salesperson in these circumstances is to assist and make it easier for the customer. It may also be a case of poor language skills, for example.
  2. Inappropriateness in level or content for the listener. This is a trap that very knowledgeable salespeople can fall into when trying to impress customers with their vast knowledge of products. This, more often than not, can lose a sale by confusing the customers, making them feel inadequate or just stupid. Gauging customers’ level of knowledge and understanding is relatively easy by watching and listening for their reactions to what you are saying.
  3. Failure to communicate all the messages. This tends to occur when we make assumptions that people have a certain level of understanding when it comes to basic information and so we leave it out.
  4. Rambling. Giving too much information or going off on tangents is just a bad as not giving enough information.
  5. Inattention. There are probably a million reasons for not paying attention; the point is, if you miss anything you may lose the sale, particularly if a customer notice your inattention.
  6. Impatience. In the retail environment, which is often rushed with a thousand and one jobs to do; salespeople can sometimes forget their priorities, especially with the pressure of getting all those other jobs completed. The important point is that all the other jobs are connected to customers. If you start treating them poorly or rushing them, pretty soon you will have all the time in the world for the other jobs because there will not be any customers left.
  7. Semantics. Words can have different meanings to different people. For example, saying ‘I’m mad about my flat’ can have vastly different meanings depending on previous experience, culture, education, etc. is ‘mad’ overjoyed or angry? Is ‘flat’ an apartment or a tire? We need to remove the ambiguity by providing extra information. This can be achieved quite simply: ‘I’m mad about my flat tire’. Never make assumptions that customers understand our meaning or we really understand theirs.
  8. Critical attitudes. These are generalizations that can affect the way we treat and therefore communicate with people. For example, having the attitude that all school children steal when in shops could quickly lose sales and other customers if this sort of attitude became apparent.
  9. Timing. Communicating at the right time is critical. Whether we are a sender or a receiver, if things like noise, our feelings or what the other person is doing is going to affect the understanding, we need either to wait or to control these things before we start the communication.
  10. Losses by transmission and retention. When giving information we must consider how a person is going to remember. There are many circumstances in retailing where how we send a message (transmission) and how much the person will remember (retention) will be adversely affected if we don’t do anything about them. For example, when sending a message, choosing the appropriate means, whether verbal, written or combination, will be more successful than just one means, particularly if the message is complex. For example, when selling a customer electrical equipment like a sound system, only using information given verbally may overload the customer, or just giving the customer a brochure may indicate that you are not really interested. Providing both would be the preferable transmission of the information and assist with retention because the customer has written information as well.
  11. Noise. This may be in the form of aural noise like traffic noise or music that is too loud. It may also be anything that interferes with the communication process.

Selengkapnya...

Seri Display: Store Lay out and Traffic Flow

Store layout and traffic flow
(Denah toko dan arus lalu lintas konsumen)

Toko perlu menyiapkan banyak ruang untuk peningkatan keuntungan secara keseluruhan. Disamping itu toko juga perlu mempertahankan penampilan dan image-nya. Misalnya, toko “murah” harus mempunyai barang yang banyak (penuh) dan di_display dengan baik untuk melengkapi image “murah”, sedangkan secara luas, toko tetap menyediakan produk yang lebih mahal dengan cara mempresentasikan persediaan yang terbatas di ruang pamer toko.

Lay_out toko mencakup lay_out ruang pamer dimana fixture (perlengkapan/alat peraga ditempatkan), fixturing (tipe fixture, seperti: rak kaca, gondola, dan lain-lain yang digunakan untuk menata barang), display, dan suasana toko (perlengkapan toko, pencahayaan, dan pemberian kartu produk). Lay_out toko akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap toko. Hal ini diawali dari toko itu secara keseluruhan, termasuk hiasan-hiasan toko, kartu produk, dan lain-lain. Kemudian berlanjut ke display bagian luar, etalase, pintu masuk toko, bagian dalam toko, sekitar tempat kasir, sampai pitu keluar toko. Kesuluruhan persepsi mengenai lay-aout toko akan mempengaruhi persepsi konsumen mengenai barang dagangan. Ini merupakan hal penting yang harus diperhatikan supaya lay-out toko tampak sepadan atau cocok antara harga dengan kualitas barang dagangan yang dijual.

Salah satu komponen kunci dari lay-out toko adalah penempatan fixture (perlengkapan/alat peraga) yang harus diatur sedemian rupa sesuai dengan alur/arus lalu lintas pengunjung atau konsumen toko. Terdapat dua bentuk lay-out (denah) yang bisa kita gunakan.


Pertama adalah Grid pattern (pola kisi).

Format ini banyak digunakan untuk supermarket (pasar swalayan) dan merupakan bentuk yang paling efektif untuk bagian terbesar display. Format ini digunakan untuk mengarahkan lalu lintas konsumen secara sistematis di toko dan untuk menunjukkan sebagian besar barang dagangan.



Kedua adalah apa yang disebut dengan Free-flow pattern (Pola arus bebas).

Pola ini umumnya digunakan di toko pakaian. Pada format ini, lalu lintas konsumen tidak diatur oleh toko, tetapi konsumen diberi kebebasan kemana arah mereka berjalan keliling di toko untuk melihat-lihat barang dagangan. Pada pola ini, fixture-fixture (alat pajang barang dagangan) ditempatkan secara acak tetapi dengan penonjolan secara individual (tersendiri). Misalnya, display sepasang sepatu casual pria, display pakaian-pakaian trend mutakhir (musim baru).

Ke dua pola lay-out yang telah disebutkan, yaitu pola kisi dan pola arus_bebas memiliki aturan yang relatif tegas dalam membuat denah toko.


Di samping ke dua pola di atas, tidak seduikit juga para pengusaha menggunakan pola ke tiga, yaitu yang disebut dengan pola gabungan , yaitu kombinasi antara pola kisi dengan pola arus_bebas.

Pola gabungan biasanya digunakan oleh departemen store yang menjual banyak produk , baik dalam jumlah maupun jenisnya., yang “mengharuskan” toko memilih bentuk lay-out yang berbeda untuk masing-masing kelompok produk. Misalnya, area fesyen umumnya menggunakan pola arus_bebas yang memberi kebebasan kepada konsumen untuk berjalan keliling di toko dan melihat-lihat barang dagangan sesuai kehendaknya. Area lain seperti buku dan alat-alat tulis, umumnya menggunakan lay-out pola kisi. Prosuk-produk seperti ini lebih cocok pola kisi karena arus lalu lintas diatur untuk mendorong konsumen bergerak sepanjang “gang (aisles) menuju jajaran produk lain yang berhubungan.


Terdapat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pola. Kriteria utama dalam memilih pola lay-out toko adalah harga dan jenis barang dagangan.

Kelebihan pola kisi, diantaranya:

a) Jajaran produk bisa ditampilkan secara maksimum.

b) Ruang pamer bisa dimanfaatkan secara efektif.

c) Adanya alur pengawasan melalui “gang” apabila konsumen jenuh berada di lokasi produk.

d) Keamanan lebih baik, karena “gang” secara keseluruhan terkontrol melalui kamera, cermin, atau cermin cembung.

e) Memudahkan pembelian bagi konsumen karena barang dagangan ditempatkan secara berutan dan logis.

Kelemahan pola kisi, diantaranya adalah:

a) Susunan barang kaku dan menjemukan.

b) Tidak begitu nyaman bagi konsumen untuk melihat-lihat barang dagangan, terutama kalau sedang padat pengunjung.

c) Susananya terkadang sibuk, dan kontak dengan wiraniaga sangat sedikit.

Sedangkan kelebihan pola arus_bebas, diantaranya:

a) Susananya santai dan terbuka.

b) Nyaman bagi konsumen untuk melihat-lihat barang dagangan.

c) Mudah bagi pemilik toko untuk menonjolkan barang dagangan.

d) Mudah bagi pemilik toko untuk menampilkan display tunggal, maupun display tema.

Kelemahan pola arus_bebas, diantaranya:

a) Umumnya memerlukan karyawan yang memiliki tingkat keahlian yang relatif tinggi (keahlian khusus).

b) Pengawasan keamanan relatif sulit, khususnya di area-area yang “sepi”.

c) Penonjolan barang dagangan terkadang bersifat untung-untungan.

d) Konsumen terlalu banyak membuang waktu atau menjadi bingung dengan barang dagangan apa yang ingin dilihatnya dan yang tidak ingin dilihatnya.



Selengkapnya...

Contact Form

Name
Email Address
Subject
Message
Image Verification
Please enter the text from the image
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

aditif domain hosting