Selasa, Juni 02, 2009

Australia (Ausie)

Pre-Departure


Kesempatan ke luar negeri akhirnya datang, pada tahun 1998 tepatnya tanggal 4 Mei 1998, saya dipanggil ke Jakarta untuk mengikuti persiapan pelatihan ke luar negeri, yaitu mengikuti program ‘pre-departure’..

Program ini waktunya 6 bulan, yaitu dari 4 Maret sampai dengan 8 Juli 1998.


Saya harus belajar segala macam: Vokasional, Bahasa Inggris, dan Budaya Australia. Pelatihan yang cukup berat karena setiap minggu selalu diadakan tes, khususnya tes kesehatan dan bahasa Inggris. Kalau bahasa Inggris nya dianggap tidak ada kemajuan, besoknya dipulangkan.
Pesertanya dari seluruh Indonesia, jumlahnya 60 orang dan dibagi dalam dua kelompok, 30 orang akan di kirim ke Sydney (termasuk saya di dalamnya) sisanya ke Brisbane.
Baru beberapa bulan berlangsung, beberapa orang peserta ada yang dipulangkan karena alasan kesehatan dan bahasa Inggris. Peserta pengganti kemudian datang bergabung.
Program ini sangat melelahkan dan menegangkan. kami semua jadi seperti saudara, bahu membahu, dan saling membantu supaya tidak ada lagi yang dipulangkan ke daerah asalnya hanya gara-gara bahasa Inggris.

Disamping itu, program ini tak terlupakan karena secara tidak sengaja saya terbawa oleh keadaan jadi saksi sejarah reformasi, termasuk tragedi mei 1998 didalamnya. Ketika hari-hari pertama demonstrasi mahasiswa menuntut reformasi, saya sedang ada di sekitar sarinah Jakarta, di radio terdengar orang tua mengirimkan pesan buat anak-anaknya yang sedang sekolah supaya jangan pulang sebelum dijemput oleh orang tua mereka. Karena pada waktu itu angkutan umum mogok dan hp belum ada, jadi mereka mencoba telpon ke stasiun radio untuk menyampaikan pesan kepada anak-anaknya.

Dengan perasaan tegang, saya menyaksikan tank baja dan panser di mana-mana. Bahkan pada waktu mahasiswa menduduki gedung MPR, dan mahasiswa dikejar-kejar polisi saya sempat melihatnya lewat kaca jendela bis. Jakarta ‘chaos’.

Saya miris. Betapa tidak, pada waktu berangkat belajar bahasa Inggris (saya tinggal di asrama P3GK Sawangan Bogor, sedangkan pelatihan bahasa Inggrisnya di Sarinah Jakarta. Tiap hari diantar jemput oleh sebuah bis) saya lihat toko-toko masih berdiri utuh, begitu pulang banyak toko hancur dibakar massa.

Menteri pendidikan pada waktu itu sampai ganti tiga kali. Soeharto akhirnya menyerah pada tuntutan rakyat yang menghendaki dia untuk tidak lagi menjadi Presiden. Masyarakat melampiaskan kegembiraannya. Harapan baru akan Indonesia yang lebih baik muncul di mana-mana.

Saya dan yang lain sempat berpikir, kalau jadi ke Australia apakah nanti bisa pulang lagi? Mengingat rezim pemerintahannya ganti dan suasana masih belum menentu.

Setelah lulus mengikuti program ‘pre-departure’ pada bulan Agustus, kami semua dipulangkan dahulu ke daerah masing-masing untuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan.

Awal September 1998 kami dipanggil kembali ke Jakarta untuk diberangkatkan ke Australia. Di sana kami tinggal selama setahun (dari September 1998 – Agustus 1999)

Tiba di Sydney

Alhamdulillah, di pagi hari .kira-kira pukul 5.45 waktu setempat, pesawat Garuda Indenesian Airways yang saya tumpangi mendarat di bandara Internasional Kingsford-Smith Sydney, Australia. Sebelum kami turun dari pesawat, petugas imigrasi dan kesehatan Australia masuk ke dalam pesawat, kemudian menyemprotkan sesuatu disetiap sudut ruang pesawat dan bahkan didepan hidung penumpang. Mereka sangat ketat untuk urusan seperti itu. Mereka tidak mau ada penumpang membawa penyakit atau virus ke negaranya.

Setelah turun dari pesawat, saya dan kawan-kawan (rombongan Indonesia jumlahnya 30 orang), mengambil tas masing-masing dan berjalan keluar bandara. Tentu saja kami harus melalui pemeriksaan dari petugas bandara. Ya ampun , petugasnya kekar-kekar dan bertato. Banyak yang rambutnya di kepang dan pakai piercing, pokoknya penampilannya mirip preman, tapi cara kerjanya professional.

Di luar bandara, kami dijemput oleh salah seorang coordinator program namanya John Arneil (bebeapa bulan kemudian, saya baru tahu kalau yang namanya John di Australia jumlahnya banyak sekali). Dengan menggunakan bis kami dibawa ke sebuah hotel (lebih tepat disebut hostel) bernama Glenn ferry, terletak dipinggiran Sydney dengan pemandangan dan alam yang segar serta bahan bangunannya sebagian besar dari kayu.
(Bersambung …..)

0 komentar:

Contact Form

Name
Email Address
Subject
Message
Image Verification
Please enter the text from the image
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

aditif domain hosting