Selasa, Juni 02, 2009

Manohara akhirnya berhasil pulang


Sebelumnya banyak orang yang tidak tahu siapa Manohara Odelia Pinot, tetapi ketika Ibunya yaitu Daisy Fajarina mengungkapkan nasib anaknya yang mengalami KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) ke publik, masyarakatpun terbelalak …keget …prihatin …marah …dan lain sebagainya. Ini hanyalah satu contoh kasus kekerasan yang menimpa warga Negara Indonesia di luar negeri. Perlindunganh pemerintah terhadap WNI yang ada di luar negeri disinyalir masih sangat lemah.

Menurut berita di infotainment TV (sekali-kali nonton infotainment biar enggak jenuh karena dicekoki terus dengan berita pilpres), Manohara berhasil kembali ke Indonesia hari Minggu 31 Mei 2009 dari Singapura setelah bersama suami Tengku Temenggong Muhammad Fakhry Petra dan rombongan kesultanan Kelantan bezuk mertuanya yang dirawat
di sebuah rumah sakit di Singapura. Dari wawancara dengan sebuah televisi swasta, Manohara menyampaikan kekecewaannya kepada Kedubes RI di Singapura, karena ketika dia telpon untuk minta tolong, salah seorang staf KBRI mengatakan: ‘Maaf mbak, hari ini hari libur ……..’ (rupanya ‘penderitaan’ harus kompromi dengan hari libur ….menggelikan). Akhirnya pertolongan datang justru dari Kedubes Amerika dan Polisi Singapura.

Sementara itu tidak sedikit pihak yang meragukan cerita Manohara dan Daisy Fajarina, Ratna Sarumpaet adalah salah seorang diantaranya. Berikut pendapatnya ketika diwawancara oleh sebuah surat kabar seperti yang dimuat di kompas.com:
“Jangan tertipu air mata yang berderai. Kita harus membuka mata lebar-lebar atas setiap permasalahan. Kalau memang benar Manohara pernah mengalami penyiksaan , mestinya dia kering dan bukannya segar bugar seperti itu,”
Jika memang Manohara pernah mengalami ketidaknyamanan atas perlakuan Fakhry, lanjut Ratna, Manohara harus bisa membuktikannya di depan publik. “Kita jangan mudah tertipu. Ini masalah negara. Kita juga harus ingat di sana (Malaysia) ada ribuan warga kita yang jadi TKI. Jangan karena satu orang yang berbohong, yang lain dengan jumlah lebih banyak mendapat perlakuan lebih tidak enak,”
(Ratna beberapa hari lalu memutuskan mencabut dukungannya kepada Deasy Fajarina, ibunda Manohara. “Waktu saya minta datang ke Polda dengan membawa bukti-bukti penyiksaan yang dialami Manohara, dia tidak datang dan berkelit macam-macam. Timbul pertanyaan, ada apa sebenarnya ini?”)
Terlepas dari pro dan kontra, Manohara sekarang sudah kembali ke keluarganya di Jakarta. Mudah-mudahan kasus-kasus seperti ini tidak terulang. Banyak kasus kekerasan yang menimpa orang Indonesia di Malaysia. Tapi perlu digarisbawahi bahwa sebetulnya kasus Manohara adalah kasus rumah tangga yaitu adanya perlakuan buruk dari suami (begitu menurut pengakuan Manohara) terhadap istri dan hubungan yang buruk antara mertua dengan menantu. Karena ini masalah keluarga, harus disikapi dengan hati-hati jangan sampai meluas menjadi ‘percekcokan’ antar Negara. Karena kalau itu terjadi tentu saja akan merugikan banyak pihak, terlebih mengingat hubungan Indonesia-Malaysia belakangan ini memang kurang harmonis akibat manuver Angkatan Laut Diraja Malaysia yang melanggar wilayah RI di sekitar Ambalat. Juga bisa dijadikan komoditi politik untuk merebut simpati rakyat demi kepentingan pilpres juli mendatang.
Dari hingar bingarnya berita mengenai Manohara Odelia Pinot, salah satu pelajaran penting yang bisa dipetik, yaitu menikah muda (Manohara berusia 16 tahun waktu dinikahi oleh Tengku Fakhry) adalah sebuah keputusan yang tidak bijaksana, karena walau bagaimanapun secara psikologis bisa dipastikan mentalnya belum siap. Usia 16 tahun adalah usia remaja. Usia remaja dengan segala romantikanya tentu saja bukan usia yang tepat untuk melangsungkan pernikahan. Cukup memprihatinkan memang, Manohara dan ibunya yang nota bene berpendidikan tinggi bisa mengambil keputusan seperti itu. Tidak heran jika sebagian orang berpendapat keputusan tersebut banyak dipengaruhi oleh pertimbangan materi dan status sosial. Disamping itu perbedaan budaya yang cukup tajam antar ke dua bangsa (kesultanan tentunya masih mempertahankan gaya feodalistik) menjadi kendala yang tidak kecil.
Mudah-mudahan kasus ini bisa diselesaikan dengan baik dan tidak berlarut-larut, sehingga sumber daya bangsa dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak kalah rumit seperti kemiskinan, pendidikan, ekonomi, dan kesehatan yang membuat sebagian besar rakyat Indonesia belum juga sejahtera sampai sekarang.

0 komentar:

Contact Form

Name
Email Address
Subject
Message
Image Verification
Please enter the text from the image
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

aditif domain hosting